Rabu, 05 Agustus 2015

Boven Digoel, Kamp Konsentrasi Pertama

Jauh sebelum rezim Nazi membangun kamp konsentrasi Auschwitz pada Kota Oswiecim, Polandia, pada 1940, pemerintah kolonial Belanda lebih dulu membangunnya pada Indonesia. Kamp konsentrasi pembuka yang dibuat dalam Indonesia menurut Belanda ada dalam Tanah Merah, Boven Digoel, Papua.

Pembangunan kamp konsentrasi Boven Digoel, bisa serta disebut kamp interniran, berdasarkan perintah Gubernur Jenderal de Graeff. Dalam 16 Maret 1927, Kapten L Th Becking bersama 120 tentara dengan 60 pekerja diutus menuju Boven Digoel dalam hulu Sungai Digoel untuk membangun kamp konsentrasi tersebut.

”Digoel boleh disebutkan merupakan kamp konsentrasi pertama yang dibuat Kaum Kolonial. Kumpulan semula yang diperoleh menuju sana adalah kaum pemberontak Pertandingan Komunis Indonesia season 1927,” ujar sejarawan Anhar Gonggong, Minggu (17/6), di Jakarta.

Kamp konsentrasi Digoel sengaja dibuat di pinggir Sungai Digoel yang dahulu selalu dominan dihuni buaya-buaya buas. Letak kamp tersebut satu kota 500 kilometer dari muara Sungai Digoel yang berakhir pada Laut Arafura.

Selain dominan dihuni buaya, kondisi alam di Boven Digoel dan amat bertensi tinggi, juga suhu udara bertensi tinggi, hutan lebat, dengan ancaman penyakit malaria tropika yang mematikan juga beri-beri. Orang-orang yang dibuang ke kamp konsentrasi Digoel merupakan orang-orang yang dianggap Belanda mempunyai kekuatan pengaruh yang tinggi.

”Dengan dibuang ke Digoel yang jauh dan tetap terpelosok, tidak mungkin berada orang yang berasal mengunjungi para buangan. Mereka juga tak bakal lari karena satu-satunya akses adalah Sungai Digoel yang dominan buayanya,” kata Anhar.

Pengunjung bisa menonton sisa-sisa peralatan makan segala interniran pada kompleks web penjara dengan kamp pengasingan Boven Digoel di Tanah Merah, Distrik Mandobo, Kabupaten Boven Digoel, Papua, Senin (13/4/2015). Sebagian eks penjara dan kamp pengasingan selalu terawat hingga saat ini.
Dalam saat dibuka, dalam tetangga kamp tersebut tinggal suku-suku asli Papua. Beraneka di antara merekapun selalu mempunyai adat istiadat pengayauan atau pemenggalan bagi kepada orang-orang asing atau saingan mereka.

Tanah Tinggi

Kamp konsentrasi Digoel terdiri dari dua lokasi, semula dalam Tanah Merah serta, kedua, pada Tanah Tinggi. Kamp kedua dikhususkan buat orang-orang buangan yang nonkooperatif atau susah bekerja sebanding serta pemerintah kolonial alias pembangkang. Letak kamp Tanah Tinggi berada pada kontra Tanah Merah, sekitar 45 kilometer pada bagian hulu Sungai Digoel.

Dari sisi jumlah korban jiwa, kamp konsentrasi Auschwitz rezim Nazi makin kejam juga tak manusiawi dibandingkan dengan pengasingan dalam Digoel yang masih menampilkan kans untuk orang-orang buangan untuk tetap bekerja dengan mendapatkan jatah uang bulanan dari pemerintah kolonial. Meskipun begitu, metode pengasingan Pemerintah Belanda pada Digoel itu sangat menjadi catatan hitam menurut sejarah pergerakan nasional dalam Indonesia.

”Pengasingan dalam Digoel mengingatkan kita bahwa negeri itu dibuat tetapi pemimpin-pemimpin yang hendak menderita, seperti Mohammad Hatta, Sjahrir, Mohammad Bondan, juga sebagainya. Mereka sebenarnya berhasil hidup enak seandainya berharap bekerja sama rata juga Belanda, tetapi menentukan demi dibuang juga diasingkan sebab idealisme dan cita-cita memerdekakan bangsa Indonesia,” ungkap Anhar.

Sekarang, Boven Digoel telah sangat banyak berubah, kaum transmigran dan pendatang dari Jawa, Toraja, dengan Makassar berdatangan dengan tinggal pada sana. Meskipun begitu, daerah ini masih agak terisolasi sebab akses perjalanan darat yang jauh dengan segala titik alternatif yang rusak parah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar